Pengarang: Dadan Wildan
Pada tanggal 12-14 Agustus 2002, Konferensi Internasional Naskah Nusantara VI menyelenggarakan konferensi “Naskah sebagai sumber budaya nusantara”. Konferensi Internasional Naskah ini dihadiri oleh para ahli di bidang naskah dari Belanda, Inggris, Amerika Serikat, Prancis, Rusia, Australia, Hawaii, Brunei Darussalam, Singapura, Malaysia, dan Indonesia. Para ahli manuskrip ini mempresentasikan hasil penelitian, pelestarian dan penelusuran khazanah manuskrip nusantara untuk mendukung pengembangan budaya bangsa.
Nilai naskah.
Teks kuno merupakan salah satu sumber informasi budaya yang sangat penting dalam upaya pencerahan dan pengembangan budaya nasional di daerah. Teks kuno pada hakikatnya adalah dokumen budaya yang memuat berbagai informasi dan pendapat tentang pikiran, perasaan, dan pengetahuan orang atau kelompok sosial budaya tertentu, yang merupakan unsur budaya yang erat kaitannya dengan kehidupan sosial masyarakat yang lahir dan hidup. .teks naskah. Oleh karena itu, warisan budaya dalam bentuk manuskrip merupakan salah satu dokumen yang paling menarik bagi para peneliti budaya kuno. Kuil, istana kerajaan, pemandian suci, dll. Peninggalan berupa reruntuhan bangunan seperti itu dapat memberikan kesan yang lebih cerah tentang keagungan budaya kuno. Namun peninggalan tersebut, seperti halnya bangunan lainnya, tidak memberikan informasi yang tepat tentang kehidupan sosial budaya masyarakat yang membangunnya, sehingga kita hanya dapat belajar dari berita yang dapat dibaca pada peninggalan tersebut. menulis.
Pada masa itu, manuskrip-manuskrip tersebut memiliki banyak fungsi, antara lain sebagai pedoman bagi kaum bangsawan, silsilah, manuskrip yang mencerminkan sejarah nenek moyang dan sejarah lokalnya, teks dengan teks yang berisi pelajaran agama dan moral, dan sebagai alat untuk menilai seni. naskah yang memuat budaya, karya sastra, atau karya seni dapat menambah pengetahuan terhadap naskah yang memuat informasi ilmiah yang beragam; dan perhitungan waktu dan sistem priming sebagai alat untuk kebutuhan praktis kehidupan sehari-hari. Namun, fitur-fitur ini sekarang sudah usang dan beberapa di antaranya tidak berfungsi lagi (Ekadjati, ed. 1988:9).
Saat ini jumlah manuskrip semakin berkurang, karena isi manuskrip banyak yang rusak, musnah, atau musnah di tempat yang tidak diketahui. Beberapa kerusakan atau musnahnya naskah adalah akibat bencana seperti kebakaran, banjir, kerusakan akibat serangga, atau kerusakan karena penuaan. Ada yang disengaja (terbakar, sembrono), ada pula yang disebabkan oleh kelalaian pemiliknya, seperti keluar rumah, lupa merawat, dan alasan lainnya. Banyak manuskrip yang rusak, hancur atau hancur belum dipelajari secara mendalam.
Selain itu, beberapa manuskrip dalam berbagai bahasa dan bahan, seperti warisan atau situs suci, telah diabaikan di perpustakaan, museum, dan tanah Sunda, dan bertahan hingga hari ini. . kurang memperhatikan penelitian dan studi. Meskipun ia memiliki banyak pengetahuan, termasuk sejarah, masyarakat, budaya, agama, filsafat, dan seni.
Dunia Naskah Sunda
Dunia Naskah Sunda merupakan gudang yang sangat baik dari pengetahuan masa lalu dalam berbagai bentuk dan bahan informasi yang tersedia yang dapat menyatukan khazanah nilai sejarah dan budaya Sunda. Keberadaan naskah dalam tradisi ini erat kaitannya dengan penulisan atau pengakuan surat. Huruf-huruf tersebut telah digunakan dalam kehidupan sosial budaya masyarakat Sunda Jawa Barat sejak pertengahan abad KoV. Huruf yang digunakan oleh Sundali adalah Polovtsy, Sunda "Kuno", Jawa, Arab, dan Latin. Kecuali huruf Polov yang hanya digunakan untuk menulis, penggunaan huruf ini memungkinkan banyak manuskrip Sunda.
Naskah Sunda umumnya ditulis dalam aksara Sudan "kuno". abad) dan huruf Latin XIX. untuk naskah-naskah yang berasal dari abad ke-16 (Ekadjati, 1998).
Ada beberapa huruf Sunda yang bisa Anda gunakan untuk menulis huruf-huruf di atas, antara lain lontar, janur, pelepah lontar, pelepah pandan, dan nipas, yang ditulis dengan pengikis yang disebut pemberat pangot, serta daluan dan kertas. mendukung .ditulis dengan pena, tinta atau pensil. Naskah daun lontar biasanya berasal dari zaman sebelumnya (hingga abad ke-18 SM), sedangkan prasasti kertas Belanda berasal dari zaman yang lebih baru (abad ke-19 SM).
Menurut masa produksinya, naskah Sunda dapat dibedakan menjadi tiga periode, yaitu (1) zaman purba (sekitar abad ke-17 dan sebelumnya), antara lain dalam naskah (Karita Parahyangan, Pantun Ramayana, manuskrip) ) . , Siksa Kandang Koresyan dan Bujanga Manik, Ko XVIII. Masa peralihan sekitar abad ke-16, diwakili oleh naskah Carita Waruga Guru dan Ciosan Prabu Siliwangi, dan (3) Sajar Galuch, masa baru yang diwakili oleh Sajar oleh Vavakan. Naskah dari Sukapura, Karita Ukur, Karita Sajar, Lampaching Valley, Kabe dan Wawakan Ahmed Mohammed.
Perpustakaan Universitas Dr. Leiden. Kelompok yang dipimpin Eddie S. Ekajati itu mencatat 1019 naskah dengan rincian 239 naskah dalam Katalog Naskah Sunda (1988), 500 naskah kertas Sunda dan Daluang, serta 40 naskah lontar. nipa dan lainnya disimpan di Perpustakaan Nasional Jakarta. Di Dinas Pernaskahan Museum Nasional Jakarta, 150 naskah “Sri Baduga” didaftarkan di Museum Negeri Jawa Barat di Bandung, 50 naskah didaftarkan di kantor French School of the Far East (EFEO), Instituto Franais. Institut Studi Timur Jauh Bandung (yang kantornya sudah tidak ada lagi), 15 naskah di Museum Pangeran Geusan Walong Sumedang, 25 naskah di Museum Tsigukur Kuningan, dan dua kotak berisi naskah kuno masih terpelihara dengan baik. Keraton Kasepukhan di Cirebon.
Selain syarat-syarat pelestarian manuskrip, terdapat banyak manuskrip Sunda di kalangan masyarakat dan sulit untuk dihitung jumlahnya. Namun demikian, dalam Katalog Umum Naskah Nusantara Jawa Barat karya Eddie S. Ekajati dan W. W. Ahmad Dars (1999), naskah-naskah Sunda disimpan di masyarakat (Jawa Barat) dan di beberapa tempat penyimpanan naskah lokal, hal. 1.012 naskah telah didaftarkan di Jawa oleh Museum Negeri Jawa Barat, Museum Pangeran Geusan Oolong Sumedang, Museum Sigugur Kuningan, Keraton Kasepukhan dan Keraton Kachirebonan di Cirebon.
Naskah-naskah ini dapat dikelompokkan menjadi enam kelompok. Set pertama terdiri dari teks sejarah, termasuk teks yang termasuk dalam kategori sejarah Jawa Barat, sejarah Jawa (Tengah dan Timur), dan mitologi, 233 naskah; kedua, terkait dengan agama Islam, yang meliputi doa-doa di antara teks-teks Alquran, riwayat Islam, fikih, tasawuf, Manakib, tauhid, etiket, dan 546 tagihan; ketiga, 122 teks sastra, keempat, 66 teks primbon dan mujrba; kelima, sekitar 15 bea cukai; dan enam manuskrip lagi hingga 30 manuskrip. Sebagian besar manuskrip berbahasa Sunda, namun ada juga yang berbahasa Jawa, Arab, dan Melayu.
Koleksi dan penelitian
Pengumpulan naskah-naskah Sunda di berbagai lembaga, tempat disimpannya naskah-naskah baik di dalam maupun di luar negeri, tidak bisa dibedakan dari upaya para ulama yang menaruh perhatian besar terhadap pentingnya naskah-naskah Sunda pada abad ke-19. Pemerintah kolonial AD di Belanda antara lain KF Hole, JLA Brandes, KM Plaite, Rodin Saleh, Snook Hurgrognier, RA Kern, dan GA Hazeu. Pada umumnya mereka berusaha mengumpulkan naskah-naskah sesuai dengan tugasnya, baik sebagai pejabat kolonial yang erat hubungannya dengan Sundis maupun sebagai majikan yang sering dikaitkan dengan Sundis.
Sejak abad ke-16, manuskrip Sunda yang dikumpulkan oleh para pembuat katalog mulai dicatat. Misalnya, Uynball menyusun katalog manuskrip Sunda pada tahun 1899: Catalogus van Maleische en Soendaneesche Handschriften der Leidsche Universiteits Bibliotheek dan pada tahun 1912 Supplement op den catalogs van Soendaneesche Le Le Leidsche Handschriften der Handschriften der Leidsche Handsch 1912 dan katalog yang disebut Soendaneesderrifches der 1912 Soendanealogschriften der Leidsche Universiteits Bibliotheek. Saxon Handschriften der Leidsche Universiteits Bibliotheek-en. Kedua katalog diterbitkan di Leiden. Sejak saat itu muncul katalog manuskrip Sunda, khususnya Snook Hurgrognier, Perbatjarak (1933), Th. Keren karya R. A. Keren. 1977) dan FH van Naerssen, Th. G. Pigeaud dan P. Voorhoeve (1977), dan terakhir Eddie S. Ekadjati (1988 dan 1999).
Setelah koleksi naskah Sunda, sejumlah penelitian terus menggunakan naskah Sunda sebagai subjek penelitian. Misalnya, Thomas Stanford, penulis History of Java pada tahun 1819, menggunakan naskah Jawa dan Sunda sebagai bahan Raffles. Ia mengikuti jejak para penulis Belanda, antara lain Raffles, Tsiung Vanar dan Lutung Kasarung (1910), Karita Parahiangan (1911), dan KM Plate, yang menerbitkan banyak manuskrip yang mengeksplorasi bahasa, sastra, dan sejarah Sunda, termasuk Babad Galuch. Galuh Bareng Galunggung dan Karita Varuga Guru (1913) dan Karita Purnavidjaja pada tahun 1914. Ia kemudian lulus dari JL Le Banten dengan pujian dan pada tahun 1913 pada usia 27 tahun dengan pujian. Sejak itu, sejumlah disertasi doktor muncul, dengan menggunakan naskah Sunda sebagai sumber, termasuk disertasi KAHHidding tahun 1929 tentang N'i Pohachi Sangyang Sri, J. Edel (1938), yang mempelajari Hikayata Hasnuddin. dan F.S. Ring (1949). ) Tentang Loetoenga Kasaroengari.
Pada tahun 1979, Eddie S. Ekajati dan Emuh Hermansoemantri menulis tesis doktoralnya di Universitas Indonesia dengan menggunakan naskah kapal sebagai bahan ajar. Eddie S. Ekojati memilih Sajaru Sukapura berdasarkan 23 naskah dan naskah sejarah Dipata Ukur yang ditemukan di berbagai publikasi, dan Emuh Hermansoemantry berdasarkan lima naskah. Akhirnya pada bulan September 2001, saya menulis tesis doktor saya di bidang filologi di Universitas Sunan Gunung Jati Pajjaran menggunakan naskah Cirebo.
Misalnya, puluhan manuskrip digunakan sebagai bahan penelitian skripsi mahasiswa dari tiga Sekolah Tinggi Sastra Sundance FPBS UPI Fakultas Sastra Unpad dan Sekolah Tinggi Sastra Universitas Indonesia. Selain itu, Program Magister Studi Sastra Unpad, salah satu bidang studi utama filologi, telah melatih puluhan mahasiswa S2 dan S3 mempelajari naskah Sunda.
Namun, penelitian yang dilakukan selama ini oleh para sarjana dan mahasiswa pascasarjana, serta oleh para pengagum tulisan Sunda, hanyalah "sebagian kecil" dari kajian manuskrip, dibandingkan dengan ribuan manuskrip yang ada. Sejarah besar, budaya, sastra, agama, filsafat, dll. masih tersimpan rapat dalam koleksi manuskrip kuno. Konferensi Naskah Internasional Bandung diharapkan dapat menarik para sarjana, pemerhati dan manuskrip Sunda yang dapat digunakan sebagai sumber Indonesia untuk menemukan kembali nilai-nilai luhur warisan budaya bangsa. Budaya.
Sumber : http://www.mind-rakyat.co
Pada tanggal 12-14 Agustus 2002, Konferensi Internasional Naskah Nusantara VI menyelenggarakan konferensi “Naskah sebagai sumber budaya nusantara”. Konferensi Internasional Naskah ini dihadiri oleh para ahli di bidang naskah dari Belanda, Inggris, Amerika Serikat, Prancis, Rusia, Australia, Hawaii, Brunei Darussalam, Singapura, Malaysia, dan Indonesia. Para ahli manuskrip ini mempresentasikan hasil penelitian, pelestarian dan penelusuran khazanah manuskrip nusantara untuk mendukung pengembangan budaya bangsa.
Nilai naskah.
Teks kuno merupakan salah satu sumber informasi budaya yang sangat penting dalam upaya pencerahan dan pengembangan budaya nasional di daerah. Teks kuno pada hakikatnya adalah dokumen budaya yang memuat berbagai informasi dan pendapat tentang pikiran, perasaan, dan pengetahuan orang atau kelompok sosial budaya tertentu, yang merupakan unsur budaya yang erat kaitannya dengan kehidupan sosial masyarakat yang lahir dan hidup. .teks naskah. Oleh karena itu, warisan budaya dalam bentuk manuskrip merupakan salah satu dokumen yang paling menarik bagi para peneliti budaya kuno. Kuil, istana kerajaan, pemandian suci, dll. Peninggalan berupa reruntuhan bangunan seperti itu dapat memberikan kesan yang lebih cerah tentang keagungan budaya kuno. Namun peninggalan tersebut, seperti halnya bangunan lainnya, tidak memberikan informasi yang tepat tentang kehidupan sosial budaya masyarakat yang membangunnya, sehingga kita hanya dapat belajar dari berita yang dapat dibaca pada peninggalan tersebut. menulis.
Pada masa itu, manuskrip-manuskrip tersebut memiliki banyak fungsi, antara lain sebagai pedoman bagi kaum bangsawan, silsilah, manuskrip yang mencerminkan sejarah nenek moyang dan sejarah lokalnya, teks dengan teks yang berisi pelajaran agama dan moral, dan sebagai alat untuk menilai seni. naskah yang memuat budaya, karya sastra, atau karya seni dapat menambah pengetahuan terhadap naskah yang memuat informasi ilmiah yang beragam; dan perhitungan waktu dan sistem priming sebagai alat untuk kebutuhan praktis kehidupan sehari-hari. Namun, fitur-fitur ini sekarang sudah usang dan beberapa di antaranya tidak berfungsi lagi (Ekadjati, ed. 1988:9).
Saat ini jumlah manuskrip semakin berkurang, karena isi manuskrip banyak yang rusak, musnah, atau musnah di tempat yang tidak diketahui. Beberapa kerusakan atau musnahnya naskah adalah akibat bencana seperti kebakaran, banjir, kerusakan akibat serangga, atau kerusakan karena penuaan. Ada yang disengaja (terbakar, sembrono), ada pula yang disebabkan oleh kelalaian pemiliknya, seperti keluar rumah, lupa merawat, dan alasan lainnya. Banyak manuskrip yang rusak, hancur atau hancur belum dipelajari secara mendalam.
Selain itu, beberapa manuskrip dalam berbagai bahasa dan bahan, seperti warisan atau situs suci, telah diabaikan di perpustakaan, museum, dan tanah Sunda, dan bertahan hingga hari ini. . kurang memperhatikan penelitian dan studi. Meskipun ia memiliki banyak pengetahuan, termasuk sejarah, masyarakat, budaya, agama, filsafat, dan seni.
Dunia Naskah Sunda
Dunia Naskah Sunda merupakan gudang yang sangat baik dari pengetahuan masa lalu dalam berbagai bentuk dan bahan informasi yang tersedia yang dapat menyatukan khazanah nilai sejarah dan budaya Sunda. Keberadaan naskah dalam tradisi ini erat kaitannya dengan penulisan atau pengakuan surat. Huruf-huruf tersebut telah digunakan dalam kehidupan sosial budaya masyarakat Sunda Jawa Barat sejak pertengahan abad KoV. Huruf yang digunakan oleh Sundali adalah Polovtsy, Sunda "Kuno", Jawa, Arab, dan Latin. Kecuali huruf Polov yang hanya digunakan untuk menulis, penggunaan huruf ini memungkinkan banyak manuskrip Sunda.
Naskah Sunda umumnya ditulis dalam aksara Sudan "kuno". abad) dan huruf Latin XIX. untuk naskah-naskah yang berasal dari abad ke-16 (Ekadjati, 1998).
Ada beberapa huruf Sunda yang bisa Anda gunakan untuk menulis huruf-huruf di atas, antara lain lontar, janur, pelepah lontar, pelepah pandan, dan nipas, yang ditulis dengan pengikis yang disebut pemberat pangot, serta daluan dan kertas. mendukung .ditulis dengan pena, tinta atau pensil. Naskah daun lontar biasanya berasal dari zaman sebelumnya (hingga abad ke-18 SM), sedangkan prasasti kertas Belanda berasal dari zaman yang lebih baru (abad ke-19 SM).
Menurut masa produksinya, naskah Sunda dapat dibedakan menjadi tiga periode, yaitu (1) zaman purba (sekitar abad ke-17 dan sebelumnya), antara lain dalam naskah (Karita Parahyangan, Pantun Ramayana, manuskrip) ) . , Siksa Kandang Koresyan dan Bujanga Manik, Ko XVIII. Masa peralihan sekitar abad ke-16, diwakili oleh naskah Carita Waruga Guru dan Ciosan Prabu Siliwangi, dan (3) Sajar Galuch, masa baru yang diwakili oleh Sajar oleh Vavakan. Naskah dari Sukapura, Karita Ukur, Karita Sajar, Lampaching Valley, Kabe dan Wawakan Ahmed Mohammed.
Perpustakaan Universitas Dr. Leiden. Kelompok yang dipimpin Eddie S. Ekajati itu mencatat 1019 naskah dengan rincian 239 naskah dalam Katalog Naskah Sunda (1988), 500 naskah kertas Sunda dan Daluang, serta 40 naskah lontar. nipa dan lainnya disimpan di Perpustakaan Nasional Jakarta. Di Dinas Pernaskahan Museum Nasional Jakarta, 150 naskah “Sri Baduga” didaftarkan di Museum Negeri Jawa Barat di Bandung, 50 naskah didaftarkan di kantor French School of the Far East (EFEO), Instituto Franais. Institut Studi Timur Jauh Bandung (yang kantornya sudah tidak ada lagi), 15 naskah di Museum Pangeran Geusan Walong Sumedang, 25 naskah di Museum Tsigukur Kuningan, dan dua kotak berisi naskah kuno masih terpelihara dengan baik. Keraton Kasepukhan di Cirebon.
Selain syarat-syarat pelestarian manuskrip, terdapat banyak manuskrip Sunda di kalangan masyarakat dan sulit untuk dihitung jumlahnya. Namun demikian, dalam Katalog Umum Naskah Nusantara Jawa Barat karya Eddie S. Ekajati dan W. W. Ahmad Dars (1999), naskah-naskah Sunda disimpan di masyarakat (Jawa Barat) dan di beberapa tempat penyimpanan naskah lokal, hal. 1.012 naskah telah didaftarkan di Jawa oleh Museum Negeri Jawa Barat, Museum Pangeran Geusan Oolong Sumedang, Museum Sigugur Kuningan, Keraton Kasepukhan dan Keraton Kachirebonan di Cirebon.
Naskah-naskah ini dapat dikelompokkan menjadi enam kelompok. Set pertama terdiri dari teks sejarah, termasuk teks yang termasuk dalam kategori sejarah Jawa Barat, sejarah Jawa (Tengah dan Timur), dan mitologi, 233 naskah; kedua, terkait dengan agama Islam, yang meliputi doa-doa di antara teks-teks Alquran, riwayat Islam, fikih, tasawuf, Manakib, tauhid, etiket, dan 546 tagihan; ketiga, 122 teks sastra, keempat, 66 teks primbon dan mujrba; kelima, sekitar 15 bea cukai; dan enam manuskrip lagi hingga 30 manuskrip. Sebagian besar manuskrip berbahasa Sunda, namun ada juga yang berbahasa Jawa, Arab, dan Melayu.
Koleksi dan penelitian
Pengumpulan naskah-naskah Sunda di berbagai lembaga, tempat disimpannya naskah-naskah baik di dalam maupun di luar negeri, tidak bisa dibedakan dari upaya para ulama yang menaruh perhatian besar terhadap pentingnya naskah-naskah Sunda pada abad ke-19. Pemerintah kolonial AD di Belanda antara lain KF Hole, JLA Brandes, KM Plaite, Rodin Saleh, Snook Hurgrognier, RA Kern, dan GA Hazeu. Pada umumnya mereka berusaha mengumpulkan naskah-naskah sesuai dengan tugasnya, baik sebagai pejabat kolonial yang erat hubungannya dengan Sundis maupun sebagai majikan yang sering dikaitkan dengan Sundis.
Sejak abad ke-16, manuskrip Sunda yang dikumpulkan oleh para pembuat katalog mulai dicatat. Misalnya, Uynball menyusun katalog manuskrip Sunda pada tahun 1899: Catalogus van Maleische en Soendaneesche Handschriften der Leidsche Universiteits Bibliotheek dan pada tahun 1912 Supplement op den catalogs van Soendaneesche Le Le Leidsche Handschriften der Handschriften der Leidsche Handsch 1912 dan katalog yang disebut Soendaneesderrifches der 1912 Soendanealogschriften der Leidsche Universiteits Bibliotheek. Saxon Handschriften der Leidsche Universiteits Bibliotheek-en. Kedua katalog diterbitkan di Leiden. Sejak saat itu muncul katalog manuskrip Sunda, khususnya Snook Hurgrognier, Perbatjarak (1933), Th. Keren karya R. A. Keren. 1977) dan FH van Naerssen, Th. G. Pigeaud dan P. Voorhoeve (1977), dan terakhir Eddie S. Ekadjati (1988 dan 1999).
Setelah koleksi naskah Sunda, sejumlah penelitian terus menggunakan naskah Sunda sebagai subjek penelitian. Misalnya, Thomas Stanford, penulis History of Java pada tahun 1819, menggunakan naskah Jawa dan Sunda sebagai bahan Raffles. Ia mengikuti jejak para penulis Belanda, antara lain Raffles, Tsiung Vanar dan Lutung Kasarung (1910), Karita Parahiangan (1911), dan KM Plate, yang menerbitkan banyak manuskrip yang mengeksplorasi bahasa, sastra, dan sejarah Sunda, termasuk Babad Galuch. Galuh Bareng Galunggung dan Karita Varuga Guru (1913) dan Karita Purnavidjaja pada tahun 1914. Ia kemudian lulus dari JL Le Banten dengan pujian dan pada tahun 1913 pada usia 27 tahun dengan pujian. Sejak itu, sejumlah disertasi doktor muncul, dengan menggunakan naskah Sunda sebagai sumber, termasuk disertasi KAHHidding tahun 1929 tentang N'i Pohachi Sangyang Sri, J. Edel (1938), yang mempelajari Hikayata Hasnuddin. dan F.S. Ring (1949). ) Tentang Loetoenga Kasaroengari.
Pada tahun 1979, Eddie S. Ekajati dan Emuh Hermansoemantri menulis tesis doktoralnya di Universitas Indonesia dengan menggunakan naskah kapal sebagai bahan ajar. Eddie S. Ekojati memilih Sajaru Sukapura berdasarkan 23 naskah dan naskah sejarah Dipata Ukur yang ditemukan di berbagai publikasi, dan Emuh Hermansoemantry berdasarkan lima naskah. Akhirnya pada bulan September 2001, saya menulis tesis doktor saya di bidang filologi di Universitas Sunan Gunung Jati Pajjaran menggunakan naskah Cirebo.
Misalnya, puluhan manuskrip digunakan sebagai bahan penelitian skripsi mahasiswa dari tiga Sekolah Tinggi Sastra Sundance FPBS UPI Fakultas Sastra Unpad dan Sekolah Tinggi Sastra Universitas Indonesia. Selain itu, Program Magister Studi Sastra Unpad, salah satu bidang studi utama filologi, telah melatih puluhan mahasiswa S2 dan S3 mempelajari naskah Sunda.
Namun, penelitian yang dilakukan selama ini oleh para sarjana dan mahasiswa pascasarjana, serta oleh para pengagum tulisan Sunda, hanyalah "sebagian kecil" dari kajian manuskrip, dibandingkan dengan ribuan manuskrip yang ada. Sejarah besar, budaya, sastra, agama, filsafat, dll. masih tersimpan rapat dalam koleksi manuskrip kuno. Konferensi Naskah Internasional Bandung diharapkan dapat menarik para sarjana, pemerhati dan manuskrip Sunda yang dapat digunakan sebagai sumber Indonesia untuk menemukan kembali nilai-nilai luhur warisan budaya bangsa. Budaya.
Sumber : http://www.mind-rakyat.co
0 Comments
Posting Komentar