Makam Raja-Raja Kotawaringin dan Tata Letak Makam

Makam raja-raja Kotovaring
Istana (kraton), masjid dan makam adalah elemen utama dari warisan Islam. Ketiga unsur Indonesia tersebut cenderung berada dalam lingkungan yang saling berdekatan. Hal ini terlihat pada bekas kerajaan Islam di Kalimantan, antara lain Kotaurring Lama dan Pangkalan Bun serta bekas kerajaan Islam Kotaurring. Di dua tempat peninggalan Islam ini, makam raja dan kerabatnya terletak di dekat bangunan istana.

Untuk mencapai peninggalan kerajaan kuno Kotavaringin, menyeberangi Sungai Arut dari Pangkalan Bun. Perjalanan memakan waktu 50 menit dengan perahu. Lokasi makam Raja Kotavaringin berjarak setengah kilometer dari tepi sungai atau 200 meter dari Astana Al-Nursari. Jumlah makam warisan pasti lebih banyak dari yang diyakini saat ini, mengingat jumlah raja yang ada. Namun sayang, makam raja pertama hingga kedelapan tidak dapat mengetahui di mana mereka berada. Apa lagi yang bisa Anda temukan:

XII. Makam raja pangeran Ratu Paku Sukma Negar, yang meninggal pada tahun 1913, dan kerabatnya. Ada juga makam Kaya Gede, yang tahun kematiannya tidak diketahui, bersama cucunya, putri Pangeran Dipati Anta Kasuma, Putri Byzylyk.

Kompleks makam Kotovaringin lainnya ditemukan di Pangkalan Bun. Makam tersebut adalah:
IX. makam raja pangeran Ratu Imanudin, yang meninggal bersama kerabatnya pada tahun 1841;
Makam Raja X, Pangeran Ratu Ahmad Herman meninggal pada tahun 1867 bersama kerabatnya;
c. XI. makam raja, pangeran Ratu Anum Kasuma Luda, meninggal pada tahun 1904 bersama kerabatnya.
itu adalah. Makam Raja XIII, Pangeran Ratu Sukma Alamsi meninggal pada tahun 1939 bersama kerabatnya.

Tata letak makam
Makam Kotowaringin dan Pangkalan Bun tidak didasarkan pada model atau aturan tertentu. Pemakaman di situs ini hampir identik dengan pemakaman umum. Tidak ada indikasi bahwa kuburan dipagari di area terlarang. Dengan perkembangan kota, makam dipisahkan dari istana. Makam Kotavaringin Lama kini terbagi menjadi dua area karena pembangunan jalan desa.

Tanpa konsep tampilan makam dan pelataran, suasana makam raja-raja Kotovaringing tidak terasa begitu sakral. Situasi ini sama dengan kondisi makam para sultan kerajaan Banjar bersama orang tuanya. Menurut informasi, ada Sultan Banjar yang dimakamkan di pemakaman umum, antara lain Sultan Adam Alvasicubila, Sultan XII.

Bahan dan Bentuk Makam Kotavaringin
Menyesuaikan penggunaan material makam Raja Kotavaringin agar sesuai dengan material yang disediakan oleh lingkungan setempat. Bahannya adalah kayu ulin yang sangat terkenal di wilayah Kalimantan. Oleh karena itu, untuk pembuatan batu nisan dan batu nisan digunakan pohon besi (iron wood). Namun kemudian, pengaruh eksternal tampaknya telah muncul. Hal ini terlihat dengan dibukanya Makam Para Raja yang terbuat dari campuran marmer dan kayu. Batu pualam digunakan untuk makam raja-raja terakhir Kotavaringin, yaitu Raja XII, Pangeran Ratu Paku Sukma Negar (1904-1913) dan XIII, Pangeran Ratu Sukma Alamsi (1913-1939).

Makam marmer memiliki beberapa batu nisan:
sebuah. Batu nisan kayu ulin biasanya diletakkan di atas pohon besi;
b. Plakat besi kayu bertumpu pada balok marmer;
c. Sebuah plakat marmer ditempatkan di pohon besi;
itu adalah. Sebuah nisan marmer berdiri di atas jerapah marmer.

Terutama di makam Pangeran Ratu Imanuddin, Ke IX. Raja yang memerintah kerajaan Kotavaringin dan hidup dari tahun 1805 hingga 1814 ini terbuat dari batu nisan batu alam dan marmer jerapah.

Penggunaan batu alam yang jarang digunakan sebagai batu nisan atau pumi, mungkin karena sulitnya mencari bahan baku di wilayah Kalimantan. Kayu Besi (Ironwood mudah diperoleh dan memiliki umur simpan yang lama.

Bentuk makam
Seperti kuburan biasa, semua kuburan yang ditemukan di Kotavringin ditandai dengan dua nisan yang bentuknya sama. Beberapa di antaranya dilengkapi dengan batu nisan (jerapah), yang lain tanpa batu nisan.

Bentuk nisan raja-raja Kotovaring dapat dibedakan berdasarkan jenis kelamin. Biasanya nisan datar digunakan untuk wanita dan pria, bukan datar. Bentuk batu nisan dapat dikaitkan dengan bentuk yang tidak rata seperti lingga atau gada dan merupakan batu nisan bundar dengan bagian persegi panjang.

Seperti dijelaskan di halaman pertama, ukuran dan gambar dekoratif makam terutama menentukan kondisi sosial. Putaran besar yang diukir dengan indah sering digunakan untuk beberapa raja atau bagi mereka yang berpangkat tinggi di atas raja lainnya.

Seperti di lokasi makam yang menunjukkan ciri-ciri Islami setiap setelah kiblat, ciri Islam lainnya dapat dilihat dalam bentuk pengukir yang dikeluarkan dari fauna. Namun, ada patung bergaya yang menyerupai bentuk tanduk dan kepala naga.

Contoh dekoratif makam Kotavaringin
Seperti spesimen ornamen di tempat lain di Indonesia, spesimen ornamen makam Islam di Kotawaringin memiliki bentuk dan pola yang sangat indah. Keindahan yang sangat indah terlihat dalam bentuk yang megah dengan ukiran yang megah. Motif hias makam Kotovaringine dihiasi dengan batu vertikal atau batu datar. Motif hias utama adalah motif hias berupa gorden dengan gambar daun dan bunga yang tersusun serasi. Selain sebagai penyuling, ada motif hias naturalistik. Bentuk stylized dapat diartikan sebagai stylized tetapi tidak merubah maknanya. Motif hias benang pada makam cincin Cotaur tampaknya sudah dikenal sejak zaman raja pertama (pertama) cincin Cotaur. Pengaruh motif hias klasik Jawa pada makam Kotavaringin sangat terlihat. Efek ini terlihat pada bentuk batu nisan dan ornamennya. Beberapa nisan di Kotavaringin berbentuk Kalamakar. Namun di makam Kotavaringin terbentuk urat-urat Kalamakar yang ramping. Hadirnya ornamen yang dipengaruhi Jawa ini dikarenakan adanya tokoh Jawa, Pangeran Gede.


Batu nisan kayu ini berbentuk stupa. Biasanya bentuk nisan yang tidak rata ini
untuk batu nisan laki-laki.



Sebuah nisan kayu berukir dengan pola di atasnya adalah kepala gada
Yang lebih rendah adalah gulungan. Biasanya terlihat seperti bentuk nisan datar ini
batu nisan perempuan.

Munculnya motif hias yang berkaitan dengan motif hias Jawa seperti spiral dan tali tampaknya tidak langsung ditiru oleh para seniman Kotavaringin, tetapi tampaknya pada awalnya dielaborasi dan diukir dengan gaya Makaro yang indah. . .

Bentuk nisan kayu ini masih mirip dengan bentuk batang pohon, hanya hiasan saja
Variasi bentuk lainnya dilakukan di atas

Bentuk-bentuk ragam hias urat urat, stilasi bentuk orang dan bentuk (topeng) wajah, mengacu pada tujuan memperoleh kekuatan gaib. Pada zaman prasejarah, ketika mereka percaya pada roh orang mati dan kekuatan gaib, mereka menciptakan bentuk Tory.ng (bentuk wajah) serta bentuk manusia sampai batas tertentu. Bentuk-bentuk RP Soejono ini sering dikaitkan dengan upaya untuk memperoleh kemampuan magis yang hebat. Pembentukan gambar-gambar ini pada objek megalitik atau makam diharapkan dapat menghasilkan kekuatan magis yang besar yang akan dapat melindungi orang mati dari bahaya yang akan datang. Daun hias, bergaya sebagai wajah di makam Islam, tetap menjadi subjek studi yang menarik ketika dikaitkan dengan kekuatan gaib dan perlindungan jiwa orang mati. Karena ada pantangan untuk diberikan kepada manusia secara lengkap atau hanya di beberapa bagian makam Islam. Hal ini dapat dilihat di daerah Sulawesi Selatan.


Pengembangan lebih lanjut dari jenis konstruksi lengkungan masjid
Karena itu, selain atap, ada sudut-sudut bodi lainnya yang dihias
bagian atas tidak berlapis/berjenjang. Sebuah bangunan suci Islam
kurang dari tiga sedotan, biasanya gedung surau, bukan masjid


Bentuk umum batu nisan ini merepresentasikan bentuk arsitektur masjid dengan elemen pada lantai dasar, badan/persegi dan atap tiga lantai. Sudut tubuh mengubah busur adonan

Motif hias tidak hanya berfungsi sebagai pembaruan estetis (keindahan) dan simbol kekuatan magis, tetapi juga simbol status. Di sini maksudnya status pemimpin, pemimpin adat, penyebar agama Islam, raja dan lain-lain. Di kuburan yang tidak Islami atau prasejarah, terdapat manik-manik dekoratif yang berfungsi untuk menunjukkan bahwa mereka dimakamkan di atau di dekat situs mereka. Seperti halnya makam-makam prasejarah pada makam Islam, kondisi seseorang juga mempengaruhi bentuk makam atau situs pemakaman. Orang berpangkat tinggi tidak diragukan lagi dimakamkan di makam khusus.


Kedua nisan besi dan kayu ini memiliki varian yang berbeda tetapi sama
Model atau Kala-Makara. Itu adalah kepala yang ditemukan di atas
berbentuk seperti flora dan menempel pada lengkungan pasta bagian bawah.
Yang lainnya adalah perwujudan stupa yang ditemukan seperti
mata bunga terbalik.


Dalam perkembangan Islam awal Indonesia, batu nisan masih berdampak pada martabat manusia. Orang yang tingkatnya lebih tinggi biasanya cenderung memiliki bentuk makam yang lebih elegan dengan corak dekoratif yang kaya dan indah. Patung-patung dalam bentuk bentuk geometris juga telah ditemukan di makam Kotavaringine. Berdasarkan penelitian para ahli, patung-patung tersebut merujuk pada upaya menghadirkan keindahan pada suatu area tertentu.


Pengembangan lebih lanjut dari jenis bangunan suci Islam
Atapnya biasanya curam. Tubuhnya beragam
lebih kompleks dalam hal dekorasi bunga/sayuran

Patung-patung (yang utama) adalah patung-patung berbentuk huruf Arab, yang biasanya berisi ayat-ayat Alquran. Banyak ornamen menarik atau motif hias lainnya - inilah bentuk buahnya. Di antaranya yang berkaitan erat dengan cerita rakyat Melayu, yaitu buah delima. Ada juga kisah raja cermin yang mencoba mengajak Raja Majapah masuk Islam. Dia datang ke Majapahit dengan membawa granat hadiah. Tapi setelah menemukan buah delima, biji delima - kuncup ("delima").

Sumber:
Subdibe Yuwon dkk., 1996/1997, Makam Raja Kotawaring, Jakarta, Proyek Pengembangan Media Budaya, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Posting Komentar

0 Comments

Formulir Kontak